KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan
ini yang berjudul Pengaruh Fungsi Partai Politik Terhadap
Partisipasi Masyarakat Mengikuti Pemilu. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah.......
Penulis banyak
mendapatkan dukungan, arahan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak dalam
penyusunan makalah.
Penulis menyadari keterbatasan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jakarta,03 Juni 2012
Iman rivai
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kekuasaan
yang ada saat ini tidak terlepas dari perjalanan politik di masa lalu. Hadirnya
penguasa ataupun para oposan tidak serta merta muncul tanpa proses politik.
Mereka muncul setelah melalui proses panjang sejarah yang dilaluinya lewat political struggle (pertarungan
politik), ideology diffuses
(pembauran ideologi), international
conspiracy (konspirasi internasional), serta aksi-aksi politik lainnya.
Hingga akhirnya seperti layaknya hukum barbar, siapa yang kuat maka merekalah
yang bertahan. Gambaran perpolitikan di Indonesia saat ini tidak lepas dari
peran dan fungsi partai politik dan masyarakat sendiri sebagai pelaku politik.
Partai
politik dalam hubungannya dengan sistem sosial politik memainkan berbagai
fungsi, salah satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana
sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi
kepentingan, dan artikulasi kepentingan. Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai
politik dalam hubungannya dalam kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pemilihan umum atau pemilu, apabila melihat keadaan sekarang dimana partai
politik telah dipandang sebelah mata oleh masyarakat yang merasa bahwa partai
politik tidak lagi membawa aspirasi masyarakat melainkan keberadaannya hanya
dianggap sebagai kendaraan politik yang dipakai oknum-oknum tertentu. Terlebih
jumlah partai selama ini sangat fluktuatif dan tidak jarang membingungkan
masyarakat awam.
Pada
periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang
luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik.
Bahkan, banyak juga calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta
pemilu 1955. Sistem multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde
Baru sejak tahun 1966. Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup
banyak. Tetapi pada pemilu 1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya
tiga saja. Bahkan secara resmi yang disebut sebagai partai politik hanya dua
saja, yaitu PPP dan PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik,
melainkan golongan karya saja.
Grafik 1. Jumlah Partai Peserta
Pemilu Tahun 1955—2009
Tidak
jarang banyaknya partai politik yang membingungkan masyarakat dan adanya partai
tidak lagi memiliki fungsi seperti yang mereka harapkan membuat masyarakat
menjadi kurang motivasi untuk berperan sebagai pemilih dalam pemilu dan
cenderung menjadi golput (golongan putih) yang menolak memilih.
Dalam
setiap Pemilu, masalah Gongan Putih (Golput) sering menjadi wacana yang hangat
dan krusial. Meski tidak terlalu signifikan, tetapi ada kecenderungan atau
trend peningkatan jumlah Golput dalam setiap pemilihan. Bahkan Golput adalah
jumlah terbesar di hampir setiap pemilihan di gelar.
Hasil
survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) merata-ratakan total partisipasi politik
rakyat dalam Pilkada sekitar 60 persen atau dengan kata lain rata-rata jumlah
Golput mencapai 40 persen.
Sejatinya
Golput adalah fenomena yang alamiah. Fenomena ini ada di setiap pemilihan umum
di manapun itu, tidak terkecuali di Amerika Serikat. Hanya saja, tentunya hal
ini di batasi oleh jumlahnya. Di hampir setiap pemilihan, jumlah Golput akan di
anggap sehat jika jumlah Golput dalam kitaran 30 persen, meski banyak pemilihan
jumlah Golputnya melampaui titik itu, mencapai kitaran 40 persen.
Bagi
sebagian kalangan, jumlah ini dinilai normal dalam penerapan sistem demokrasi
di sebuah Negara. Karena adalah mustahil untuk meningkatkan partisipasi politik
rakyat dalam Pemilu mencapai 100 persen. Begitupun, besar kecilnya jumlah
Golput akan sangat tergantung dan maksimal tidaknya upaya yang dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini
penulis mengajukan beberapa perumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana
partisipasi politik masyarakat saat ini?
2. Bagimana
fungsi partai politik dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mengikuti
Pemilu khususnya sebagai pemilih?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1.
Menyampaikan gambaran partisipasi masyarakat dalam
Pemilu.
2.
Menyampaikan gagasan fungsi politik yang masih menjadi
daya tarik bagi masyarakat.
3.
Memberikan saran agar masyarakat mau berpartisipasi
dalam pemilu.
Karya tulis ini diharapkan
bermanfaat:
1. Bagi
pemerintah, sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan mengenai pemilu dan
partai politik;
2. Bagi
partai politik, sebagai referensi dan masukan mengenai bagaimana memaksimalkan
fungsi-fungsi partai dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
Pemilu;
3. Bagi
masyarakat, sebagai wacana dan motivasi dalam mempersiapkan diri menjadi pemilih
dalam Pemilu 2014;
4. Bagi
mahasiswa, sebagai referensi dalam proses pembelajaran.
1.4 Metodologi
Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan
penulis adalah: pertama, melakukan perumusan masalah dengan menemukan dan
mengembangkan indikator masalah yang ada. Penemuan dan pengembangan masalah
dilakukan dengan menelusuri objek yang menarik minat dan masih dapat dijangkau
oleh kemampuan pengetahuan penulis.
Kedua,
mencari data dan informasi. Pencarian data dan informasi ini dilakukan dengan
studi literatur dari artikel di internet, laporan, jurnal ilmiah, dan thesis.
Informasi yang digunakan penulis diterbitkan oleh lembaga yang kredibel dan
terpercaya.
Ketiga,
melakukan sitesa berupa naskah dari masalah dan informasi yang diperoleh.
Keempat, melakukan pemeriksaan terhadap tulisan yang sudah dibuat. Kelima,
membuat kesimpulan dan memberikan rekomendasi dari hasil analisa penulis.
BAB
II
TELAAH
PUSTAKA
2.1 Politik
Menurut Miriam Budiarjo politik
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau Negara yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan system itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari
system politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternative dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk
melaksanakan tujuan-tujuan itu tentu diperlukan kebijakan-kebijakan umum yang
menyangkut pengaturan dan atau alokasi dari sumber-sumber resources yang ada.
Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan dan
kewenangan, yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang
dipakainya dapat bersifat paksaan. Tanpa unsure paksaan kebijakan ini hanya
merupakan perumusan keinginan belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan
dari seluruh masyarakat, bukan tujuan pribadi seorang. Selain itu politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan
individu.
Menurut Inu Kencana Syafiie,
politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” atau dalam bahasa Inggris
“politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana. Pada dasarnya politik
mempunyai ruang lingkup Negara, membicarakan politik galibnya adalah
membicarakan Negara, karena teori politik menyelidiki Negara sebagai lembaga
politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi Negara dalam keadaan bergerak.
Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah pembentukan
Negara, hakekat Negara, serta bentuk dan tujuan Negara, disamping menyelidiki
hal-hal seperti kelompok penekan, kelompok kepentingan, elit politik, pendapat
umum, peranan partai, dan pemilihan umum.
Menurut Arifin Rahman kata politik
berasal dari bahasa Yunani “polis” adalah kota yang berstatus Negara/Negara
kota. Segala aktivitas yang dijalankan oleh polis untuk kelestarian dan
perkembangannya disebut “politike techne”. Kemudian ia juga berpendapat politik
ialah pengertian dan kemahiran untuk mencukupi dan menyelenggarakan keperluan
maupun kepentingan bangsa dan Negara.
2.2 Partai Politik
Sebelum menelusuri tentang partai
politik, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pengertian dasar yang terkait
dengan konsep tersebut antara lain partai dan politik. Menurut Miriam Budiardjo
dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik
mengemukakan definisi politik sebagai berikut: “Politik adalah bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari sistim itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”
(Budiardjo, 2002). Berdasarkan definisi di tersebut, dapat dikemukakan politik
merupakan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam suatu negara dalam mencapai dan
melaksanakan tujuan yang telah dibuat. Kegiatan tersebut menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari suatu negara dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.
Menurut Karl W. Deutsch definisi
politik sebagai berikut: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana
umum” (Deutsch dalam Budiardjo, 2002). Maksud dari definisi di atas politik
merupakan pengambilan keputusan yang dilakukan suatu negara melalui sarana
umum, sarana umum yaitu menyangkut tindakan umum atau nilai nilai. Menurut
Miriam Budiardjo, definisi partai politik sebagai berikut:
“Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita sama. Tujuan
kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik (biasanya) dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka” (Budiardjo dalam Sumarno, 2006).
Berdasarkan definisi di atas
partai politik pada umumnya terwujud berdasarkan persamaan kehendak atau
cita-cita yang akan dicapai bersama. Kehadiran partai politik dalam kegiatan
partisipasi politik memberi warna tersendiri, hal ini berdasar pada fungsi yang
melekat pada partai politik tersebut.
2.2. Fungsi Partai Politik
Partai politik merupakan
organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan dan melaksanakan
fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan fungsi-fungsi
tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama partai politik
adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program
berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut terdapat beberapa
fungsi lain yang dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan oleh Ramlan
Surbakti, 2002 yaitu:
- Fungsi rekrutmen politik.
- Fungsi partisipasi
politik.
- Fungsi pemadu kepentingan.
- Fungsi komunikasi politik.
- Fungsi pengendali konflik.
- Fungsi kontrol politik.
Sementara
itu menurut Budiardjo, 2002
fungsi partai politik mencakup
1. sarana
komunikasi politik
2. sosialisasi
politik (political socialization)
3. sarana
rekruitmen politik (political recruitment)
4. pengatur
konflik (conflict management).
Partai
politik memiliki sejumlah fungsi dalam mencari dan mempertahankan kekuasaan
politik dalam suatu negara. Fungsi partai politik satu sama lainnya memiliki
kaitan dalam kelangsungan hidup politik partai. Penjelasan hasil studi tentang
fungsi partai politik selama ini masih belum final, walaupun beberapa ahli
politik telah mengasumsikan fungsi partai politik ke dalam tujuh fungsi utama,
selain daripada untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan politik secara
konstitusional. Dalam fungsi partai menurut Surbakti, 2002 ini penulis
mengambil fungsi ke-2 yaitu partisipasi politik dan dalam fungsi partai menurut
Budihardjo penulis mengambil fungsi sosialisasi politik di mana hal tersebut
berkaitan dengan judul yang diambil.
2.3 Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan
faktor terpenting dalam suatu pengambilan keputusan, karena tanpa partisipasi
politik keputusan yang dibuat oleh pemerintah tidak akan berjalan dengan baik.
Sebelum menguraikan pengertian partisipasi politik, maka penulis menguraikan terlebih
dahulu definisi partisipasi, bahwa:
“Partisipasi
merupakan salah salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (dan partisipasi)
orang yang paling tahu tentang apa yang
baik bagi dirinya adalah orang itu. Karena keputusan politik yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga
masyarakat berhak ikut serta menentukan
isi keputusan politik” (Surbakti, 1992).
Bertolak dari pendapat di atas, dapat
dikatakan bahwa partisipasi itu sikap individu atau kelompok atau organisasi
warga masyarakat yang terlibat atau ikut serta dalam pencapaian tujuan dan
dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Partisipasi yang dikutip dari buku
“Pengantar Ilmu Pemerintahan”
mengatakan bahwa:
“Partisipasi
adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi
dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut
untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian
dalam setiap pertanggungjawaban bersama” (Syafiie, 2001).
Berdasarkan definisi di atas,
partisipasi merupakan keterlibatan individu dalam situasi dan kondisi
organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong individu untuk berperan
serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasinya yaitu partai
politik.
Sedangkan
pengertian partisipasi politik didefinisikan sebagai berikut:
“Kegiatan warganegara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah” (Huntington dan Joan Nelson, 1994).
Maksud dari definisi di atas,
kegiatan yang dilakukan oleh warganegara yang tidak terikat, tujuannya untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Selanjutnya
definisi partisipasi politik yang ada dalam buku berjudul “Pengantar Sosiologi Politik” sebagai berikut:
“Partisipasi
politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di
dalam sistem politik” (Rush dan Althoff, 1997.
Berdasarkan definisi di atas,
partisipasi politik merupakan keterlibatan individu dalam suatu oerganisasi
partai politik. Keterlibatan tersebut dibagi dalam macam-macam tingkatan.
Partisipasi politik dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik”
didefinisikan sebagai berikut:
“Partisipasi
politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan,
secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiardjo, 1981).
Berdasarkan
pengertian di atas, kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai
atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen
2.4 Dimensi Partisipasi Politik
Adapun dimensi partisipasi yang
dapat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum seperti
yang dikemukakan oleh James Rosenau
yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul Komunikasi Politik Khalayak dan Efek
antara lain:
(1) Gaya
partisipasi
(2) Motif
partisipasi
(3)
Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
( Rakhmat: 2000)
2.4.1 Gaya
partisipasi
Gaya mengacu kepada
baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia melakukan sesuatu kegiatan. Seperti
gaya pembicaraan politik (antara singkat dan bertele-tele), gaya umum
partisipasi pun bervariasi. Adapun yang termasuk dalam gaya partisipasi sebagai
berikut:
a. Langsung/wakilan,
Orang yang
melibatkan diri sendiri (actual) dengan hubungan yang dilakukan terus-menerus
dengan figur politik dengan cara menelepon, mengirim surat, dan mengunjungi
kantor pemerintah. Yang lain bertindak terhadap politikus, tetapi tidak bersama
mereka, misalnya mereka memberikan suara untuk memilih pejabat pemerintah yang
belum pernah dilihat atau ditemuinya
b. Kentara/tak kentara,
Seseorang
mengutarakan opini politik, hal itu bisa meningkatkan kemungkinan diperolehnya
keuntungan material (seperti jika mendukung seorang kandidat politik dengan
imbalan diangkat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan).
c. Individual/kolektif
Bahwa tekanan dalam sosialisasi masa
kanak-kanak, terutama dalam kelas-kelas pertama sekolah dasar, adalah pada gaya
partisipasi individual (memberikan suara, mengirim surat kepada pejabat, dsb).
Bukan pada memasuki kelompok terorganisasi atau pada demontrasi untuk
memberikan tekanan kolektif kepada pembuatan kebijakan.
d. Sistematik/acak
Beberapa
individu berpartisipasi dalam politik untuk mencapai tujuan tertentu, mereka
bertindak bukan karena dorongan hati, melainkan berdasarkan perhitungan,
pikiran, perasaan, dan usul mereka utnuk melakukan sesuatu bersifat konsisten,
tidak berkontradisi, dan tindakan mereka kesinambungan dan teguh, bukan
sewaktu-waktu atau dengan intensitas yang berubah-ubah.
e. Terbuka/Tersembunyi
Orang yang
mengungkapkan opini politik dengan terang-terangan dan tanpa ragu-ragu, dan
yang menggunakan berbagai alat yang dapat diamati untuk melakukannya, bergaya
partisipasi terbuka.
f. Berkomitmen/ Tak berkomitmen
Warga
negara berbeda-beda dalam intensitas partisipasi politiknya. Orang yang sangat
mendukung tujuan, kandidat, kebijakan, atau program bertindak dengan semangat
dan antusias; ciri yang tidak terdapat pada orang yang memandang pemilihan umum
hanya sebagai memilih satu orang dengan orang lain yang tidak ada bedanya.
g. Derita/kesenangan
Seseorang
bisa menaruh perhatian politik dan melibatkan deritanya karena kegiatan politik
itu sendiri merupakan kegiatan yang menyenangkan. Yang lain ingin mencapai
sesuatu yang lebih jauh dari politik melalui partisipasi.
2.4.2 Motif
partisipasi
Berbagai faktor meningkatkan atau menekan partisipasi politik. Salah
satu perangkat faktor itu menyangkut motif orang yang membuatnya ambil bagian.
Motif-motif ini, seperti gaya partisipasi yang diberikannya berbeda-beda dalam
beberapa hal sebagai berikut:
a. Sengaja/tak sengaja
Beberapa warga negara mencari
informasi dan berhasrat menjadi berpengetahuan, mempengaruhi suara legislator,
atau mengarahkan kebijaksanaan pejabat pemerintahan
b. Rasional/emosional
Orang yang berhasrat mencapai
tujuan tertentu, yang dengan teliti mempertimbangkan alat alternatif untuk
mencapai tujuan itu, dan kemudian memilih yang paling menguntungkan di pandang
dari segi pengorbanan dan hasilnya disebut bermotivasi rasional.
c. Kebutuhan psikologis/sosial
Bahwa kadang-kadang orang
memproyeksikan kebutuhan psikologis mereka pada objek-objek politik misalnya,
dalam mendukung pemimpin politik karena kebutuhan yang mendalam untuk tunduk
kepada autoritas, atau ketika memproyeksikan ketidakcukupannya pada berbagai
kelas “musuh” politik yang dipersepsi-minoritas, negara asing, atau politikus
dari partai oposisi.
d. Diarahkan dari dalam/dari
luar
Perbedaan partisipasi politik yang dengan motivasi batiniah dan motivasi
sosial untuk berpartisipasi politik.
e. Berpikir/tanpa berpikir
Setiap orang berbeda dalam
tingkat kesadarannya ketika menyusun tindakan politik. Perilaku yang dipikirkan
meliputi interpretasi aktif dari tindakan seseorang dan perkiraaan konsekuensi
tindakan itu terhadap dirinya dan orang lain.
2.4.3 Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
Partisipasi politik yang dipikirkan dan interpretatif dibandingkan
dengan jenis yang kurang dipikirkan dan lebih tanpa disadari menimbulkan
pertanyaan tentang apa konsekuensi partisipasi bagi peran seseorang dalam
politik pada umumnya. Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik tersebut
memiliki beberapa hal antara lain:
a. Fungsional/disfungsional
Tidak setiap bentuk partisipasi
mengajukan tujuan seseorang. Jika misalnya tujuan seorang warga negara adalah
melaksanakan kewajiban Kewarganegaraan
yang dipersepsi, maka pemberian suara merupakan cara fungsional untuk
melakukannya.
b. Sinambung/terputus
Jika partisipasi politik seseorang membantu
meneruskan situasi, program, pemerintah atau keadaan yang berlaku, maka
konsekuensinya sinambung. Jika partisipasi itu mengganggu kesinambungan
kekuatan yang ada, merusak rutin dan ritual, dan mengancam stabilitas,
partisipasi itu terputus.
c. Mendukung/menuntut
Melalui beberapa tipe tindakan,
orang menunjukan dukungan mereka terhadap rezim politik yang ada dengan
memberikan suara, membayar pajak, mematuhi hukum, menyanyikan lagu kebangsaan,
berikrar setia kepada bendera, dan sebagainya. Melalui tindakan yang lain
mereka mengajukan tuntutan kepada pejabat pemeintahan-mengajukan tuntutan
kepada pejabat pemerintahan.
mengajukan petisi kepada
anggota kongres dengan surat, kunjungan, dan tetepon; lobbying atau menarik kembali dukungan financial dari kampaye kendidat.
Berdasarkan
dimensi partisipasi politik di atas, bahwa dalam partisipasi politik orang
mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Cara-cara itu berbeda-beda
dalam tiga hal atau dimensi yakni: gaya umum partisipasi, motif partisipasi
yang mendasari kegiatan mereka, dan konsekuensi berpartisipasi pada peran
seseorang dalam politik
2.5 Pemilu
Pengertian Pemilu diataranya dalam undang-undang nomor 3 tahun 1999
tentang pemilihan umum dalam bagian menimbang butir a sampai c disebutkan: a. Bahwa
berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik indonesia adalah negara
yang berkedaulatanrakyat; b. Bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangkakeikutsertaan rakyat dalam
penyelenggaraan pemerintahan negar; c. Bahwa pemilihan umum umum bukan hanya
bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan
/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penmyusunan
tata kehidupan Negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1ayat 1 disebutkan
bahwa: "pemilihan umum adalahsarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam
negarakesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasiladan undang-undang
1945. Selanjutnya untuk mendukung ayat-ayat tersebut, dalam ayat 3 ditegaskan
asas untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yangmelandasi kewenangan dan tindakan
pemerintah suatu negara,yaitu kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar
kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam
pemilihan-pemilihan sejati dan periodik yang bersifat umumdengan hak pilih yang
sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau melalui
prosedur pemungutansuara bebas.
Banyak pengertian mengenai Pemilu atau pemilihan umum tetapi
intinya adalah pemilihan umummerupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan
di tanganrakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungankekuasaan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Memaksimalkan Fungsi Partai Politik
Empat fungsi partai politik
itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana : 1. sarana komunikasi politik,
2. sosialisasi politik (political socialization), 3. sarana rekruitmen politik
(political recruitment), dan 4. pengatur konflik (conflict management). Sebagai
sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya
mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang terdapat atau
kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu
diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan
kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan
kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan
mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.
Terkait dengan
komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan
sosialisasi politik (political
socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan
partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari
masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan
sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi
struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam
membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga
negara.
Misalnya, dalam rangka
keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi, partai dapat
memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal
ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai
tanggung jawab eksklusif untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan
para pemimpin politik yang duduk di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya
pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai tanggung jawab yang sama untuk itu.
Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan partai politik dalam rangka
pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat lah besar.
Fungsi ketiga partai
politik adalah sarana rekruitmen politik (political
recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan
yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan
posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh
rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya.
Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik
sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang
kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh
melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian
jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan
pejabatnya melalui prosedur politik pula (political
appointment).
Untuk menghindarkan
terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar perbedaan antara
jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yang bersifat
teknis-administratif dan profesional. Di lingkungan kementerian, hanya ada 1
jabatan saja yang bersifat politik, yaitu Menteri. Sedangkan para pembantu
Menteri di lingkungan instansi yang dipimpinnya adalah pegawai negeri sipil
yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
kepegawaian.
Jabatan dibedakan antara
jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang menduduki jabatan negara
disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya, supaya sederhana, yang menduduki
jabatan pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam jabatan negeri atau
jabatan pegawai negeri, khususnya pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua
jenis jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jenjang jabatan itu
masing-masing telah ditentukan dengan sangat jelas hirarkinya dalam rangka
penjenjangan karir. Misalnya, jenjang jabatan struktural tersusun dalam mulai
dari eselon 5, 4, 3, 2, sampai ke eselon 1. Untuk jabatan fungsional, jenjang
jabatannya ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan di masing-masing unit kerja.
Misalnya, untuk dosen di perguruan tinggi yang paling tinggi adalah guru besar.
Jenjang di bawahnya adalah guru besar madya, lektor kepala, lektor kepala
madya, lektor, lektor madya, lektor muda, dan asisten ahli, asisten ahli madya,
asisten. Di bidang-bidang lain, baik jenjang maupun nomenklatur yang dipakai
berbeda-beda tergantung bidang pekerjaannya.
Untuk pengisian jabatan
atau rekruitmen pejabat negara/kenegaraan, baik langsung ataupun tidak
langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal ini lah, fungsi partai
politik dalam rangka rekruitmen politik (political
recruitment) dianggap penting. Sedangkan untuk pengisian jabatan negeri
seperti tersebut di atas, partai sudah seharusnya dilarang untuk terlibat dan
melibatkan diri.
Fungsi keempat adalah pengatur
dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests) yang tumbuh dalam kehidupan
masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan
bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan
yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai
politik yang menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda
satu sama lain.
Dengan perkataan lain,
sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict
management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang
menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan
politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi
pengeloa konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai
mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara
menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan
politik kenegaraan.
3.2 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu 2014
Salah satu
hal mendasar menyebabkan besarnya jumlah Golput adalah adanya motivasi yang
beragam dari para peserta pemilu. Motivasi tersebut lebih cenderung pada
kepentingan politik semata dengan mengabaikan hal-hal ini seprti pendidikan politik rakyat.
Dalam kampanyenya para Caleg akan lebih cenderung
mengajak rakyat untuk memilih dirinya atau tidak memilih. Ini yang saya maksud
kampanye yang hanya di motivasi oleh kepentingan politik. Kondisi akan berbeda
jika ada muatan untuk memberikan pendidikan politik
bagi rakyat. Bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan yang memiliki tanggung
jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis paling kurang dalam dua hal
yaitu memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan
melayani seluruh komponen masyarakat, ke dua untuk memilih wakil rakyat yang
akan di tugasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintah.
Secara lebih tegas lagi mengenai pendidikan politik dapat dilihat dalam Pasal 31 UU Nomor 2 tahun
2008, yang menyatakan bahwa Partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung
jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan tujuannya
antara lain: Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif
masyarakat, meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa
dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas dasar ini pendidikan rakyat adalah hal yang strategis untuk menimbulkan efek
Pemilu yang lebih berkualitas. Melihat penyebab munculnya Golput di Indonesia
karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman politik yang benar, makapendidikan politik ini juga berpotensi untuk meningkatkan tingkat
partisipasi politik rakyat.
Partai
politik merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan dan
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan
fungsi-fungsi tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama
partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan
program-program berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut
terdapat beberapa fungsi lain yang dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan
(Surbakti, 2002). Salah
satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi
politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan
artikulasi kepentingan. Fungsi partai politik yang perlu di maksimalkan adalah
fungsi sosialisasi. Masyarakat
tidak akan mengetahui bagaimana fungsi tersebut apabila tidak ada sosialisasi
kepada mereka dan sarana sosialisasi yang utama dapat dilakukan melalui
pendidikan politik.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masyarakat memerlukan pandangan
mengenai manfaat dan fungsi partai untuk kehidupan berbangsa. Pandangan
mengenai fungsi partai dapat disampaikan oleh partai sendiri dengan sarana
pendidikan politik ke basis masyarakat. Sasaran pendidikan pemilihan adalah tumbuhnya
partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam pemilihan umum. Dengan
adanya kesadaran berpolitik dari pemilihan dapat menstimulus pemilih dan
lingkungannya untuk secara aktif mendaftarkan diri sebagai pemilih. Bahwa
pendidikan pemilih tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penyelenggara, tapi
pemerintah dan partai politik juga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam
melakukan pendidikan pemilih ini.
Pendidikan pemilih pada 2014 harus
di kemas sedemikian rupa, lebih komplit karena perubahan undang-undang politik
yang akan menjadi dasar penyelenggaraan pemilu 2014 diperkirakan menimbulkan
kesulitan baru bagi pemilih, terutama cara pemberian suara. Akhirnya, peluang
untuk meminimalisir atau meletakkan jumlah Golput pada posisi normal dan ideal
masih terbuka luas, dengan melakukan pendidikan politik ke basis rakyat.
4.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh penulis:
·
Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan
sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan
sosialisasi politik secara maksimal kepada masyarakat.
·
Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang
berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat.
·
Bagi masyarakat, hendaknya mau dan mampu berpikir terbuka mengenai
manfaat dan fungsi partai bagi kemajuan perpolitikan bangsa.
·
Bagi mahasiswa, hendaknya selalu memperbaharui informasi terkait dengan
perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan
pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat membantu penyelesaian
masalah yang ada melalui keilmuan yang
dimiliki.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiardjo, Miriam,
Prof. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rahman Arifin.
2002. Sistem Politik Indonesia, Dalam
Perspektif Struktural Fungsional. Surabaya:
SIC.
Soemarno. 2002. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar.
Bandung:Mandar Maju.
Surbakti Ramlan.
1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Syafiie, Inu
Kencana. 2001. Pengantar Ilmu
Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.
Syafiie, Inu
Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan
Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Huntington, Samuel
P, Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik
di Negara Berkembang. Jakarta:Rineka
Cipta.
Budiardjo, Miriam.
1981. Partisiipasi dan Partai Politik
(Sebuah Bunga Rampai). Jakarta:PT.Gramedia.
Rahmat, Jalaludin.
2000. Komunikasi Politik.
Bandung:Rosda.
Ramli, MM, 2009. “Meningkatkan Partisipasi Politik Rakyat
Dalam Pemilu”. http://beritasore.com/2009/01/27/meningkatkan-partisipasi-politik-rakyat-dalam-pemilu/ diakses pada tanggal 6 Mei 2012, pkl 10.56 WIB
______, “Sasaran Kelas Pemilu Capai 4.000 Orang” http://kpu.bantulkab.go.id/index.php?pages=beritalkp&news_id=83 diakses pada tanggal 6 Mei 2012, pkl 11.20 WIB
Yves
Meny and Andrew Knapp, 1998. Government
and Politics in Western Europe: Britain, France, Italy, Germany, third edition,
Oxford University Press.
BalasHapusFungsi Partai Politik Di Indonesia
seleb terkaya di indonesia tahun 2012