Laman

Minggu, 03 Juni 2012

Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Dasar sebagai Syarat Kemajuan Kehidupan Plural di Indonesia.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini yang berjudul Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Dasar sebagai Syarat Kemajuan Kehidupan Plural di Indonesia. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Penulis banyak mendapatkan dukungan, arahan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, 03 Juni 2012

Iman Rivai



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
        Pluralisme dan multikulturalisme di negeri ini sudah muncul sejak kehadiran manusia purba di Nusantara. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan, keragaman yang dimiliki bangsa ini sejak prasejarah itu telah menciptakan mozaik yang indah dalam tampilan fisik manusia dan budaya Indonesia yang beraneka ragam (Kompas.co.id, 2007). Saat ini permasalahan utama bangsa Indonesia bersumber pada kemajemukan masyarakat. Masih banyaknya konflik antar suku, agama, bahkan diantara pemeluk dalam satu agama merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Indonesia saat ini belum bisa menerima pluralisme, yakni pandangan yang menghargai kemajemukan dan penghormatan terhadap yang berbeda disertai kesediaan membuka diri terhadap berbagai keyakinan, kerelaan untuk berbagi dan keterbukaan untuk saling belajar. Pemahaman terhadap pluralisme adalah sesuatu yang penting agar masyarakat tidak terkotak-kotak karena perbedaan suku, agama, maupun status sosial (Haryunani, 2009). Pluralisme di Indonesia dapat menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa apabila tidak diimbangi dengan kecakapan pemikiran. Kematangan pemikiran dalam intelektualiras dapat dicapai dengan proses belajar mengajar dalam pendidikan.
        Gambaran pendidikan dasar di Indonesia saat ini adalah perkembangan berpikir siswa diharapkan seiring dengan tujuan dan perubahan kurikulum. Siswa diharapkan akan memperoleh keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman. Beban belajar siswa terlalu berat karakter pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Gambaran lain mengenai pemenuhan kebutuhan pendidikan dapat dilihat dari pelaksanaan pendidikan yang sesuai dengan UUD 1945.
        Saat ini negara belum mampu melaksanakan amanat UUD yaitu 20% APBN untuk pendidikan; sarana dan prasarana pendidikan yang tidak mendukung; keprofesionalan guru yang rendah; kesejahteraan guru yang rendah (terkait dengan keprofesionalan); pendidikan dijadikan komoditas politik dalam pilkada-pilkada, dengan kampanye pendidikan gratis; belum meratanya pendidikan yang layak bagi seluruh daerah diIndonesia; belum sesuainya pendidikan dengan karakter daearah-daerah dan karakter Indonesia. Sementara dilihat  secara global dari kualitas pendidikan di Indonesia belum mencapai prestasi yang baik.
        Indonesia saat ini sebagai salah satu negara berpenduduk terbesar di dunia dan negara plural, masih jauh tertinggal dalam hal kualitas pendidikan. Bahkan berdasarkan indeks pembangunan pendidikan dari UNESCO (2011), Indonesia terus mengalami penurunan dari yang sebelumnya menduduki peringkat ke 65 dunia merosot menjadi peringkat ke 69 dari total 127 negara. Masih rendahnya kualitas pendidikan tersebut secara tidak langsung mencerminkan intelektualitas masyarakat Indonesia. Padahal terdapat keterkaitan antara pendidikan dengan pemahaman akan pluralitas bangsa.
        Keterkaitan antara pendidikan dengan pemahaman akan pluralitas berhubungan dengan intelektualitas yang terbentuk dalam proses belajar mengajar. Pendidikan dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah merupakan kunci untuk meningkatkan intelektualitas dan peningkatan kesadaran berbangsa dan bernegara dalam tatanan plural seperti bangsa Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah
        Dalam penerapan pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar sebagai syarat kemajuan kehidupan pluralitas di Indonesia, penulis mengajukan beberapa perumusan masalah, yaitu:
1.   Apa kompetensi pembelajaran yang efektif untuk diterapkan pada pendidikan dasar di Indonesia untuk mencapai pemahaman terhadap pluralisme?
2.     Bagaimana metode pembelajaran tersebut dilaksanakan?
3.     Bagaimana pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar dapat membuat kemajuan              dalam kehidupan yang plural di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.               Menyampaikan pentingnya pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar bagi masyarakat Indonesia.
2.               Menyampaikan gagasan mengenai kurikulum yang dapat memajukan kehidupan yang plural di Indonesia.
3.               Memberikan solusi atas hambatan dari penerapan metode yang selama ini ada.

Karya tulis ini diharapkan bermanfaat:
1.        Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan pendidikan dan menyusun kurikulum pembelajaran;
2.        Bagi guru/praktisi pendidikan, sebagai gagasan alternatif dalam               menyelenggarakan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi di Indonesia;
3.            Bagi mahasiswa, sebagai referensi dalam proses pembelajaran;

1.4 Metodologi Penulisan
        Metode penulisan yang dilakukan penulis adalah: pertama, melakukan perumusan masalah dengan menemukan dan mengembangkan indikator masalah yang ada. Penemuan dan pengembangan masalah dilakukan dengan menelusuri objek yang menarik minat dan masih dapat dijangkau oleh kemampuan pengetahuan penulis.
        Kedua, mencari data dan informasi. Pencarian data dan informasi ini dilakukan dengan studi literatur dari artikel di internet, laporan, jurnal ilmiah, dan thesis. Informasi yang digunakan penulis diterbitkan oleh lembaga yang kredibel dan terpercaya.
        Ketiga, melakukan sitesa berupa naskah dari masalah dan informasi yang diperoleh. Keempat, melakukan pemeriksaan terhadap tulisan yang sudah dibuat. Kelima, membuat kesimpulan dan memberikan rekomendasi dari hasil analisa penulis.

  

BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Pendidikan
2.1.1  Pengertian pendidikan
           Batasan tentang pengertian pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a.     Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
         Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b.     Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
         Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.
c.     Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara
         Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d.     Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
         Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
e.     Definisi Pendidikan Menurut GBHN
         GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

2.1.2 Tujuan dan proses Pendidikan
a.     Tujuan pendidikan
         Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
bProses pendidikan
         Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.


2.2 Pendidikan Dasar
              Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah (UU no 2/1989). Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (UU no 20 tahun 2003). UU 1989 dan 2003 memang dilengkapi dengan ayat bahwa hal-hal yang belum jelas akan dirincikan dalam PP, namun PP terakhir tentang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang saya ketahui adalah PP no 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, dan saya belum menemukan PP tentang pendidikan menengah.
              Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional  dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar  maka secara legalistik akademis ada dua satuan pendidikan yang mengkonstruksi pendidikan dasar di Indonesia; masing-masing adalah Sekolah Dasar (SD) dengan ekuivalensinya  dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dengan ekuivalensinya.  Pasal 12 UU secara jelas menyebut bahwa  jenjang pendidikan  yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (ayat 1);  sementara Pasal 1 PP menyebut bahwa pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di SD dan tiga tahun di SLTP, atau satuan pendidikan yang sederajat (ayat 1). Dengan terdapatnya ketentuan juridis seperti tersebut di atas jelaslah bahwa pendidikan dasar di Indonesia merupakan pendidikan umum, bukan pendidikan kejuruan atau pendidikan keterampilan. Di sisi yang lain pendidikan dasar tidak hanya terdiri dari satu paket program, melainkan terdiri dari dua paket program sekaligus; yaitu SD dan SLTP (Supriyoko, 2001).

2.3 Intelektual
              Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang untuk memperolehilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan danmasalah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991). Pengertian intelektual menurut Cattel (dalam Clark, 1983) adalah kombinasi sifat-sifat manusia yang terlihat dalam kemampuan memahami hubungan yang lebihkompleks, semua proses berfikir abstrak, menyesuaikan diri dalam pemecahanmasalah dan kemampuan memperoleh kemampuan baru. David Wechsler (dalam Azwar, 1996) mendefinisikan intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif. Jadi, intelektual adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi berfikirabstrak, menalar, serta bertindak secara efisien dan efektif.




2.4 Pluralisme
2.4.1 Pengertian Pluralisme
           Pluralisme merupakan suatu gagasan yang mengakui kemajemukan realitas. Iamendorong setiap orang untuk menyadari dan mengenal keberagaman di segala bidangkehidupan, seperti agama, sosial, budaya, sistem politik, etnisitas, tradisi lokal, dansebagainya. Pluralisme bukanlah paham yang secara tiba-tiba muncul dari ruang hampa, akantetapi disitu terdapat penghubung yang kokoh antara diskursus sekularisme, liberalisme yangkemudian lahirlah pluralisme.Pengertian pluralisme dalam konteks kontemporer bisa dinyatakan sebagaiketerlibatan aktif dalam keragaman dan perbedaannya untuk membangun peradaban bersama.Menurut Nurcholis Madjid pluralisme itu tidak sekadar mengakui pluralitas keragaman dan perbedaan akan tetapi gerakan yang aktif merangkai keragaman tersebut untuk tujuan-tujuansosial yang luhur yaitu untuk kebersamaan dan peradaban.B.Pluralisme dalam konteks kenegaraan.Dalam berbagai bidang kehidupan, keberagaman, dan perbedaan pasti ada, begitu pula dalam kehidupan bernegara. Di Negara Indonesia tidak dapat dipungkiri bahwakeragaman baik agama ataupun budaya cukup banyak. Indonesia telah meletakkan Pancasila sebagai dasar Negara. Bahkan sebelum proklamasi kemerdedkaan bangsa Indonesia dikumandangkan, Pancasila telah dipersiapkan untuk dijadikan landasan dasar dalam membentuk suatu Negara kesatuan. Pancasila dijadikansebagai pandangan hidup bangsa, falsafah bangsa, serta ideologi bangsa Indonesia. Olehkarena itu hanya Pancasila sajalah yang harus dijadikan acuan, patokan ataupun ukuran dalamhidup bernegara, berbangsa, maupun masyarakat. Pluralism justru dipertegas oleh Pancasila,sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Dalam sila tersebut terkandung makna bahwa meskipun bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, namun tetap disatukan dalam suatu Negara, yaitu Negara Kesatuan Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki semboyan Bhinnekan Tunggal ika, yang menegaskan bahwa meskipun berbeda-beda tetap satu juga. Dengan menggunakan nilai-nilai dasar Pancasila, bangsa Indonesia dapat mengatasi masalah Pluralisme yang belakangan lebih sering terjadi.
           Di Indonesia terdiri dari banyak sukum agama, politik dan budaya, maka di dalamnya juga terdapat pluralism antara lain :
        
         1) Pluralisme Agama
         Ada banyak agama atau kepercayaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Setiap warga Negara Indonesia berhak menganut agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Hal ini dijamin dalam Undang-undang Dasar 1945. Dari keberagaman agama inilah kemudian muncul pluralisme agama di Indonesia. Pluralisme agama bisa diartikan sebagai upaya saling mengenal antar agama yang satu dengan agama yang lainnya.    
        
         2)Pluralisme Politik
         Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat pluralisme politik di Indonesia. Hal inidibuktikan dengan banyaknya partai politik yang terbentuk dan mengikuti pemilu. Anggota partai politik pun berasal dari berbagai macam latar belakang yang berbeda. Dengan latar belakang yang berbeda, kemudian akan memunculkan perbedaan pendapat ataupun pandangan dalam melihat suatu permasalahan.
        
         3)Pluralisme Sosial-Budaya
         Pluralisme dalam perspektif filsafat sosial merupakan konsep kemanusiaanyang memuat kerangka interaksi dan menunjukkan sikap saling menghargai, salingmenghormati, toleransi satu sama lain dan saling hadir bersama atas dasar  persaudaraan dan kebersamaan; dilaksanakan secara produktif dan berlangsung tanpakonflik sehingga terjadi asimilasi dan akulturasi budaya. Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa dan budaya.


  

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Menuju Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Dasar Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
              Pendidikan menenentukan masa depan suatu bangsa. Bila visi dan misi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Bangsa yang plural ini membutuhkan metode dan kompetensi yang baik untuk menyejahterakan dan memajukan bangsa.
                   Sementara itu, pendidikan itu sendiri harus sampai pada seluruh masyarakat agar terbentuk masyarakat cerdas yang paham dengan kehidupan plural. Tujuan pendidikan dasar diharapkan dapat membuat peserta didik untuk belajar memahami pluralisme bangsa dengan proses transformasi budaya, pembentukan pribadi, penyiapan warganegara, dan penyiapan tenaga kerja.
          Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain. Indonesia memliki beraneka ragam budaya dan sangat plural. Dalam suatu sekolah seorang anak akan bersosialisasi dengan banyak teman yang juga dapat datang dari berbagai daerah di Indonesia yang masing-masing membawa budaya dari daerahnya. Melalui pendidikan inilah sosialisasi menjadi sarana proses transformasi budaya sehingga peserta didik dapat memahami pluralisme. Selama masa pendidikan ini juga pembentukan pribadi yang cerdas dan memahami arti pluralisme terbentuk.
          Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Usaha pendewasaan diri termasuk kepada bagaimana peserta didik berpikir terbuka untuk saling toleransi dan memahami keberagaman yang ada pada bangsa ini. Pribadi yang penuh toleransi adalah upaya pendidikan untuk menyiapkan warganegara yang baik.
          Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Warganegara yang baik misalnya yang penuh rasa nasionalisme, mencintai keeragaman, dan berpandangan bahwa keberagaman sebagai suatu potensi yang dimiliki bangsa bukan sebagai ancaman atau persaingan sesama warganegara. Proses selanjutnya adalah menyiapkan tenaga kerja yang berbekal pada pemikiran terbuka dan jauh dari fanatisme kelompok.
          Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
              Satu-satunya cara untuk membuat pendidikan sampai kepada seluruh masyarakat adalah dengan memenuhi pendidikan dasar sesuai dengan pasal 12 UU yang menyebut bahwa  jenjang pendidikan  yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (ayat 1);  sementara Pasal 1 PP menyebut bahwa pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di SD dan tiga tahun di SLTP, atau satuan pendidikan yang sederajat (ayat 1). Kewajiban pemerintahlah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar masyarakat yang secara pragmatis tercermin dalam salah satu tujuan pendidikan untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan agar bisa masuk dalam lapangan kerja berbekal ketrampilan dan pengetahuan.

3.2 Kompetensi Belajar: Perolehan Pengetahuan dan Ketrampilan
              Tujuan pendidikan mau menekankan perolehan pengetahuan dan kemampuan untuk mempersiapkan peserta didik agas nantinya mendapat kesempatan kerja. Dalam konteks ini, upaya pendidikan difokuskan pada memperoleh pengetahuan dan ketrampilan khusus supaya unggul di bidangnya. Sementara pendidikan dasar saat difokuskan lebih kepada perolehan pengetahuan dan belum banyak ketrampilan khusus yang dapat diperoleh. Pengetahuan akan membawa peserta didik pendidikan dasar pada penyikapan dan padangan mengenai bagaimana menyikapi keberagaman agama misalnya.
              Penyikapan dan pandangan yang bermacam ragam itu secara intuitif ditangkap oleh Scheilermacher, bahwa keragaman itu sebenarnya semakin menunjukkan adanya kesatuan di antara (para penganut) agama-agama. Ia mengatakan, bahwa “semakin pesat kemajuan dalam beragama, akan semakin nampak bahwa dunia keagamaan adalah satu kesatuan yang tak terbagi”. (Permata, 2000).
              Program pendidikan bagaimanakah yang relevan dengan kehidupan masyarakat dan bangsa dengan corak masyarakat majemuk ini dengan berbagai etnis, suku bangsa dan agama yang ada didalamnya. Sebab masing-masing etnis, suku bangsa dan agama tadi membawa kultur sendiri-sendiri dan keagamaan ini tentu menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia adalah masyarakat multicultural. Oleh karenanya, pengakuan akan keragaman etnis, suku dan budaya penting ditumbuhkan pada peserta didik, karena para pendiri bangsa ini sesungguhnya telah menempatkan ideology multicultural sebagai dasar kehidupan bernegara dan berkebangsaan yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Dalam ideologi multicultural perbedaan dalam kesederajatan tentu diakui dan diagungkan, baik secara individual atau kelompok maupun secara kebudayaan.
              Atas dasar itulah, dalam konteks pluralitas beragama dan keragaman budaya bangsa Indonesia itu, maka mengembangkan sikap pluralisme pada peserta didik adalah mutlak segera “dilakukan” oleh seluruh pendidikan di Indonesia. Pengajaran mengani konsep keberagaman dapat diberikan dalam dua mata pelajaran di sekolah yaitu pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama yang melalui kurikulum pendidikanya dengan tujuan dan menitikberatkan pada pemahaman dan upaya untuk bisa hidup dalam konteks perbedaan agama dan budaya, baik secara individual maupun secara kolompok dan tidak terjebak pada primordialisme dan eklusifisme kelompok agama dan budaya yang sempit. Sehingga sikap-sikap pluralisme itu akan dapat ditumbuhkembangkan dalam diri generasi muda kita. Perolehan pengetahuan mendasar mengenai hal tersebut adalah hal yang harus benar-benar tercapai dalam kompetensi selama di pendidikan dasar yang wajib diikuti oleh seluruh warganegara.

3.3 Intelektualitas untuk Kehidupan Plural di Indonesia
                    David Wechsler (dalam Azwar, 1996) mendefinisikan intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif. Jadi, intelektual adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi berfikir abstrak, menalar, serta bertindak secara efisien dan efektif. Disitu sebagai hasil dari pendidikan dasar diharapkan kemudian terjadi perluasan wawasan dengan tidak bermaksud mendiskreditkan. Ada penghargaan terhadap perbedaan, bukan mencemooh perbedaan tersebut. Bahkan pada kondisi tertentu menempatkan perbedaan tersebut sebagai nilai kebenaran bentuk lain daripada apa yang dinyatakan dalam agama. Pluralisme agama di Indonesia bisa juga menjadi masalah ketika rakyat Indonesia tidak mampu memaknai perbedaan dengan baik dan bijak. Seringkali perbedaan agama justru menjadi sumber dari masalah.
                    Kurangnya pemahaman tiap inividu mengenai makna pluralisme, kemudian muncul sikap antipluralisme. Sikap antipluralisme ini muncul karena kurangnya pemahaman mengenai Pancasila. Selain itu rasa kebangsaan terhadap Indonesia juga semakin menurun. Rasa memiliki dan menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup semakin berkurang. Sikap antipluralisme tentunya akan membahayakan persatuan Negara Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan perpecahan antar bangsa. Oleh sebab itu, nilai-nilai dasar pancasila harus lebih ditekankan dan dimaknai dengan lebih baik.
            Pluralitas tidak bisa dihindarkan apalagi ditolak meskipun manusia tertentu cenderung menolaknya karena pluralitas dianggap ancaman terhadap eksistensinya atau eksistensi komunitasnya. Pemahaman pluralisme budaya diperlukan sejalan dengan dinamikamasyarakat di era otonomi daerah. Di lain pihak, pluralisme budaya cenderung dianggap sebagai kambing hitam, mengingat belum bagusnya implementasi otonomi daerah, maraknya anarkisme, dan konflik sosial.
                    Pluralisme bangsa adalah pandangan yang mengakui adanya keragaman di dalam suatu bangsa, seperti yang ada di Indonesia. Istilah plural mengandung arti berjenis-jenis, tetapi pluralisme bukan berarti sekedar pangakuan terhadap hal tersebut. Namun mempunyai implikasi-implikasi politis, sosial, ekonomi. Bagaimana warnanegara dapat memahami mengenai pluralisme kembali kepada bagaimana keberhasilan pendidikan dasar menanamkan pengetahuan sehingga membentuk intelektualitas. Melalui intelektualitas masyarakat dapat bersikap toleran jauh dari anarkisme, dan konflik sosial akibat pluralisme. Jika masyarakat sudah mampu memahami pluralisme maka kehidupan berbangsa akan semakin maju yang akan diiringi dengan pertumbuhan sosial dan ekonomi bangsa.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
              Pluralisme di Indonesia dapat menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa apabila tidak diimbangi dengan kecakapan pemikiran. Kematangan pemikiran dalam intelektualiras dapat dicapai dengan proses belajar mengajar dalam pendidikan dasar yang wajib dipenuhi oleh pemerintah sesuai dengan undang-undang. Pencapaian intelektualitas mengenai pemahaman terhadap pluralisme dapat diberikan melalui mata pelajaran kewarganegaraan dan pendidikan agama di sekolah. Jika masyarakat secara intelektual telah memahami keberagaman, anarkisme dan konflik sosial dapat dihindari sehingga tercapai kemajuan bangsa melalui pertumbuhan sosial dan ekonomi.

4.2 Saran
              Saran yang dapat disampaikan:
·         Bagi pemerintah:
1. Rumusan mengenai kurikulum harus berkesinambungan dan memiliki tujuan jangka panjang untuk membentuk intelektualitas terhadap kehidupan plural di Indonesia.
2. Memenuhi hak-hak perolehan pendidikan dasar kepada seluruh warga negara.
·         Bagi guru/praktisi pendidikan:
1.   Memaksimalkan pendidikan mengenai pluralisme dalam mata pelajaran kewargarganegaraan dan pendidikan agama.
2.   Mendukung dan mengadakan iklim kompetisi yang sehat kepada seluruh peserta didik.
·         Bagi mahasiswa:
1.   Menjadi role model sebagai peserta pendidikan tinggi untuk bersikap terbuka terhadap pluralisme.



DAFTAR PUSTAKA

Haryunani , P Kesturi. 2009. Skripsi: Pluralisme indonesia dalam buku mata hati (studi analisis semiotik terhadap makna pesan foto jurnalistik tentang pluralisme indonesia dalam buku kumpulan foto terbaik harian kompas ”mata hati 1965-2007”). Surakarta: UNS - F.ISIP.
________, “Eksklusivisme Kelompok Ingkari Keindonesiaan”,   http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0611/28/utama/3130414.htm diunduh pada tanggal 29 April 2002, pkl: 21:13 WIB.
________, “Kualitas Pembangunan Manusia Stagnan”, www.ristek.go.id  edisi, 29 Mei 2008, diunduh tanggal 28 Februari 2009.
________, Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Pendidikan Sains Berbasis Pendidikan Karakter, http://www.uns.ac.id/news_event.php?idMn=1&act=det&idA=723 , diunduh tanggal 29 April 2012, pkl 22:32 WIB.
Supriyoko, Ki. 2001. “Perkembangan Pendidikan Dasar di Indonesia”, http://research.amikom.ac.id/index.php/karyailmiahdosen/article/view/772 diunduh tanggal 29 April 2012, pkl 23:02 WIB.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Gunarsa, S.D & Gunarsa, S.Y. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BDK Gunung Mulia
Saifuddin Azwar. 1996. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Katalog Dalam Terbitan (KDT). 2008. Menemukan Kembali Kebangsaan dan Rasa Kebangsaan. Jakarta: Depkominfo.
Permata, Ahmad Norma (ed). 2000. Metodologi Studi Agama. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar