Laman

Minggu, 03 Juni 2012

Reformasi Birokrasi Melalui Ideologi Pancasila


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini yang berjudul Reformasi Birokrasi Melalui Ideologi Pancasila. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Penulis banyak mendapatkan dukungan, arahan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak dalam penyusunan makalah.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, 03 juni 2012

Iman Rivai


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
              Birokrasi dalam suatu negara sangatlah penting karena merupakan penggerak pemerintahan serta menjadi alat untuk menjaga konsistensi,keteraturan, keseragaman, dan persatuan. Namun di Indonesia kondisi birokrasisangat memprihatinkan. Karena jalannya birokrasi di negara ini masih sangat berbelit-belit, disamping itu, para pelaksananya pun lebih mementingkankepentingan dirinya sendiri dan kelompok. Sehingga banyak terjadi praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalamnya sehingga fungsi utama untuk  pelayanan terhadap masyarakatpun tidak berjalan maksimal.Keadaan inilah yang mendorong penulis untuk membuat makalah ini. Karena dirasakan birokrasi di Indonesia sangat membutuhkan reformasi. Sehingga diharapkan dengan pembahasan inilah, membuat kita lebih kritis dan mengerti tentang birokrasi di Indonesia
1.2. Perumusan Masalah
              Adapun rumusan dan pembatasan masalah dari laporan ini dapat dijelaskansebagai berikut.
1.      Apakah yang dimaksud reformasi birokrasi?
2.      Bagaimana kondisi birokrasi di Indonesia?
3.      Bagaimana hubungan antara reformasi birokrasi dengan pancasila?
4.      Bagaimana langkah yang tepat dalam mengatasi masalah birokrasi ini?

1.3 Tujuan dan Manfaat
              Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini disajikan sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui arti reformasi birokrasi.
2.      Untuk mengetahui kondisi birokrasi di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara reformasi birokrasi dengan Pancasila
4.      Untuk mengetahui langkah yang tepat dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.
              Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berdampak  bagi semua orang, terutama bagi para pembaca. Adapun manfaat dari penyusunan laporan dan pembahasan ini adalah sebagai berikut.
1.      Dapat berpikir kritis dalam menghadapi permasalahan birokrasi diIndonesia
2.      Dapat mengerti arti penting Pancasila
3.      Dapat mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsadan bernegara.
4.      Dapat membantu dalam pengawasan birokrasi di Indonesia

1.4 Metodologi Penulisan
        Metode penulisan yang dilakukan penulis adalah: pertama, melakukan perumusan masalah dengan menemukan dan mengembangkan indikator masalah yang ada. Penemuan dan pengembangan masalah dilakukan dengan menelusuri objek yang menarik minat dan masih dapat dijangkau oleh kemampuan pengetahuan penulis.
        Kedua, mencari data dan informasi. Pencarian data dan informasi ini dilakukan dengan studi literatur dari artikel di internet, laporan, jurnal ilmiah, dan thesis. Informasi yang digunakan penulis diterbitkan oleh lembaga yang kredibel dan terpercaya.
        Ketiga, melakukan sitesa berupa naskah dari masalah dan informasi yang diperoleh. Keempat, melakukan pemeriksaan terhadap tulisan yang sudah dibuat. Kelima, membuat kesimpulan dan memberikan rekomendasi dari hasil analisa penulis.



BAB II
TELAAH PUSTAKA
             
2.1 Birokrasi
              Secara etimologis, Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau dan cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memilikirantai komandodengan bentuk piramida,dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yangsifatnyaadministratif maupunmiliter . Birokrasi adalah syarat dalam kehidupan bersama. Birokrasi menjadi alat untuk menjaga konsistensi, keteraturan,keseragaman, kekompakan. Birokrasi melayani setiap orang sesuai dengan aturanmain. Birokrasi bisa mengakomodasi hak dan kebebasan begitu banyak orang dankepentingan, tanpa menjadi anarkis. Birokrasi bukan hanya dibutuhkan di negaraotoriter, tetapi juga di negara demokratis. Reformasi sendiri berarti perubahan secaramenyeluruh. Jadi reformasi birokrasi merupakan suatu proses perubahan secaramenyeluruh dari suatu organisasi atau pemerintahan sehingga kinerja menjadi efektif,efisien dan optimal sehingga tercipta tujuan dari organisasi tersebut.


2.2 Pancasila
              Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang dikumandangkan pertama kali oleh Soekarno pada tanggal I Juni 1945, yakni pada saat berlangsungnya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI). Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Pancasila secara formal yudiris terdapat dalam alinea IV pembukaan UUD 1945. Di samping pengertian formal dalam arti formal menurut hukum atau formal yudiris maka         Pancasila juga mempunyai bentuk dan juga mempunyai isi dan arti (unsur-unsur yang menyusun Pancasila tersebut). Hal ini didasarkan pada interpretasi histories diamana rumusan dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 diberi nama dengan bentuk istilah “Pancasila” sejak tanggal 1 Juni 1945.
              Pancasila, secara etimologis berasal dari dua kata yaitu Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti dasar. Pancasila dari akar kata berarti lima dasar, tepatnya adalah dasar bagi negara Indonesia yang merdeka.
              Semenjak dikumandangkan pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami beberapa kali perubahan urutan sila maupun kata. Dalam rumusan Soekarno sebagai berikut:
1.)    Kebangsaan Indonesia,
2.)    Internasionalisme atau peri kemanusiaan,
3.)    Mufakat atau demokrasi,
4.)    Kesejahteraan sosial dan
5.)    Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa atau prinsip Ketuhanan.
Berikut dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, terdapat perubahan kata dalam Pancasila sebagai berikut:
1.)    Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
2.)    Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.)    Persatuan Indonesia,
4.)    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan
5.)    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan berikutnya terlihat dalam Mukadimah UUD RIS tahun 1950, di mana kata-kata dalam Pancasila adalah:
1.)    Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.)    Peri kemanusiaan,
3.)    Kebangsaan
4.)    Kerakyatan dan
5.)    Keadilan sosial.
Adapun urutan dan kata-kata dalam Pancasila yang digunakan saat ini adalah seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD’45 yakni:
1.)    Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.)    Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.)    Persatuan Indonesia,
4.)    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
5.)    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
              Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, Pancasila dapat diterima sebagai ideologi nasional karena sifatnya yang menyatukan berbagai kelompok masyarakat, memberi arah dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjadi prosedur penyelesaian konflik.
              Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia digali dari nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama bangsa Indonesia. Menurut Prof. Dr. Notonagoro, S.H., Pancasila jika ditinjau dari mulanya atau sebab terjadinya maka Pancasila memenuhi syarat empat sebab (kausalitas) menurut Aristoteles, yaitu:
1.)    Causa Meterialis (asal mula bahan)
Sebelum Pancasila dirumuskan sebagai asas kehidupan kenegaraan, unsur-unsurnya telah terdapat pada Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu, terdapat dalam istiadat, kebudayaan dan dalam agama-agama.
2.)  Causa Formalis (asal mula bentuk)
Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula benuk, atau bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan. Hal ini yang dimaksudkan adalah Pembentuk Negara dalam hal ini Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai anggota BPUPKI dan bersama-sama anggota BPUPKI. Dimana pada sidang BPUPKI pertama dirumuskan dan dibahas Pancasila. Disamping itu sekaligus juga merupakan asal mula tujuan.
3.) Causa Effisien (asal mula karya)
      Dalam rangka sejak mulai dirumuskannya, dibahas dalam sidang BPUPKI pertama dan kedua, juga dalam rangka proses pengesahan Pancasila Dasar Filsafat Negara oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai asal mula karya. Juga di dalam Panitia Sembilan 22 Juni 1945 yang merumuskan Piagam Jakarta yang memuat calon ruusan Dasar Negar Pancasila sebagai asal mula sambungan.
4.)  Causa Finalis (asal mula tujuan)
      Asal mula dalam hubungannya dengan tujuan dirumuskannya Pancasila sebgai Dasar Negara Republik Indonesia. Hal ini diwujudkan oleh Panitia Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, di mana semuanya sebagai anggota BPUPKI yang menyusun Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945) pertama kali dibentuk dan memuat Pancasila. Kemudian BPUPKI menerima rancangan tersebut dengan segala perubahannya, hal ini dimaksudkannya dengan Pancasila dengan tujuan untuk dijadikan Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.

2.3 Etika Profesi
           Etika profesi sebagai ilmu praktis dan ilmu terapan terdiri dari 3 macam pendekatan.
Yaitu pragmatis, utilaristis dan deontologis.
1)      Pragmatis: Aspek dimana kita melihat efek dari tindakan positif yang memberikan dampak kepada klient, pasien, pelanggan, dll
2)      Utilaristis: Sikap untuk menghargai dan menyukai pekerjaannya
3)      Deontologis: Pekerjaan yang dilakukan dianggap baik jika disertai maksud yang tulus dan baik dari pekerjaan itu sendiri.
             Etika/ilmu terapan merupakan terapan ilmu dari berbagai kumpulan norma yang ada. Etika terapan mencakup berbagai aspek dalam kehidupan. Contoh aspek ekonomi, sosial, budaya, dsb. Etika terapan memiliki kesamaan dengan ilmu terapan karena sama - sama memilki kegunaan aplikatif baik secara teoritis maupun pada praktiknya. Terapan itu mengkaji berbagai permasalahan yang ada di sekitar.
             Ilmu merupakan  kumpulan penghetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui penyelidiikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah).Tetapi ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tersebut. Menurut tujuannya, ilmu terbagi menjadi dua :
1.        Ilmu teoritis adalah ilmu yang berupaya menjelaskan penghertian yang benar demi pengertian itu sendiri
2.       Ilmu praktis adalah ilmu yang langsung diarahklan pada pemanfaatan ilmu itu sendiri

BAB III
PEMBAHASAN

A.                   Reformasi Birokrasi
Secara etimologis, Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau dan cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer. Birokrasi adalah syarat dalam kehidupan bersama. Birokrasi menjadi alat untuk menjaga konsistensi, keteraturan, keseragaman, kekompakan. Birokrasi melayani setiap orang sesuai dengan aturan main. Birokrasi bisa mengakomodasi hak dan kebebasan begitu banyak orang dan kepentingan, tanpa menjadi anarkis. Birokrasi bukan hanya dibutuhkan di negara otoriter, tetapi juga di negara demokratis. Reformasi sendiri berarti perubahan secara menyeluruh. Jadi reformasi birokrasi merupakan suatu proses perubahan secara menyeluruh dari suatu organisasi atau pemerintahan sehingga kinerja menjadi efektif, efisien dan optimal sehingga tercipta tujuan dari organisasi tersebut.
Di pemerintahan, reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek berikut :
  1. Kelembagaan (organisasi)
  2. Ketatalaksanaan (business process)
  3. sumber daya manusia aparatur
Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu, dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, harus segera diambil langkah langkah yang bersifat mendasar, komprehensif dan sistemik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, Visi Reformasi Birokrasi secara nasional adalah “TERCIPTANYA TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK TAHUN 2025”. Visi tersebut tentunya merupakan acuan yang dipedomani seluruh kementerian/lembaga/ pemerintah daerah sebagai bagian pemerintahan secara utuh.

B.                   Reformasi di Indonesia
Dari hasil penelitian sebuah lembaga tertentu, dinyatakan bahwa birokrasi di Indonesia sangatlah buruk bahkan menempati posisi kedua terburuk setelah India. Hal ini menjadi sebuah pukulan bagi bangsa Indonesia.
Dalam sejarah perkembangannya, birokrasi di Indonesia mengadopsi nilai-nilai luhur budayanya sendiri berupa azas gotong royong dan kekeluargaan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan berubah menjadi pamong praja (pegawai negara). Tapi apa yang ada ternyata telah mengalami distorsi sehingga mengalami perubahan dengan berbagai variasi karakter yang ada sekarang ini. Kelemahan dari birokrasi adalah perilaku paternalistik yang berlebihan. Pelayanan yang semakin menyimpang tidak lagi berbasis kepada peningkatan kesejahteraan umum dan publik sebagaimana fungsi semula tetapi lebih berat kepada pemenuhan kebutuhan atau kesejahteraan segelintir orang yang disebut hubungan patron-klien. Kelemahan birokrasi juga bersumber dari luar dan salah satunya adalah faktor politik dimana pada pemerintahan masa lalu dan sekarang ditempatkan sebagai arena pertarungan antar berbagai kekuatan politik. Realita yang terjadi pada birokrasi Indonesia. Pengaruhnya jelas, birokrasi terkotak-kotak kedalam berbagai perpecahan berdasarkan kekuatan kutub-kutub politik yang ada ketika itu yang mengakibatkan pelayanannya kepada publik melahirkan standar ganda antara loyal pada pemerintah atau tunduk pada partai politik yang menunjuknya, dan pada era reformasi yang menjadi noda hitam pemberdayaan birokrasi adalah politisi yang mempolitisasi birokrasi.
Permasalahan birokrasi Indonesia saat ini tidak lepas dari rendahnya kualitas SDM aparat birokrasi, semangat kerja dan kesadaran atas tugas dan tanggung jawab yang rendah, kurangnya pemahaman atas fokus tujuan dari tugasnya, lemahnya fungsi koordinasi, masih tingginya budaya korupsi, dan pemahaman yang rendah atas tugasnya sebagai pelayan publik.


C.                   Reformasi Birokrasi Hubungannya dengan Pancasila
Buruknya sistem demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari kurangnya implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Selain itu kurangnya penghayatan Pancasila di masyarakat. Pancasila dianggap sebagai simbol bukan sebagai peddoman. Sebenarnya Pancasila tersebut merupakan sebuah dasar negara sekaligus sebagai ideologi negara. Pancasila juga berfungsi sebagai pedoman hidup. Karena Pancasila diambil dari akar-akar budaya bangsa Indonesia tentulah sangatcocok dengan iklim kehidupan bangsa kita sendiri.
Reformasi kaitanya dengan kaidah berpikir kritis dan logis dimana dengan kita semakin kritis menghadapi permasalahan terutama masalah birokrasi, sehingga dapat tercapainya penyelesaian yang tepat.Selain itu reformasi birokrasi kaitannya dengan etika profesi adalah, ketika pelaksanaan birokrasi ini, hendaknya para pegawai yang bersangkutan tetap melaksanakan etika profesinya yakni senantiasa melayani masyarakat, bukan seperti yang terjadi sekarang yakni pegawai dan pejabat lebih mementingkan diri sendiri dan golongan sehingga pelayanaan terhadap masyarakat pun terbengkalai dan tidak maksimal.
Dalam kaitanya dengan sistem birokrasi kiata. Pancasila yuang mengan dung sistem nilai tenulah memberikan pedoman yang baik selain itu pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional. Oleh karena itu, pancasila seharusnya hadir di semua sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sehingga dapat disumpulkan bahwa implementasi Pancasila juga sangat berpengaruh kepada keberhasilan reformasi birokrasi. Dengan implementasi dan penghayatan yang benar tentang Pancasila tersebut maka, terciptalah birokrasi yang baik, efektif, efisien, dan melayani masyarakat.  

D.                   Upaya Reformasi Birokrasi
Selain daripada penerapan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut,dalam reformasi birokrasi ini diperlukan langkah konkret sehingga reformasi ini dapat berjalan dengan baik dan sukses. Diantara langkah-langkah tersebut adalah
1.      Meluruskan orientasi
Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat.

2.      Memperkuat komitmen
Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.

3.      Membangun kultur baru
Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya.
4.      Rasionalisasi
Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.

5.      Memperkuat payung hukum
Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .

6.      Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan.

7.      Komitmen dan keteladanan elit politik
Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpin-pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.

8.      Pengawasan masyarakat
Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga diharapkan masyarakat bisa mengawasi kinerja dari birokrasi ini sehingga dapat tercipta birokrasi yang baik untuk pelayanan masyarakat.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil adalah:
a)      Birokrasi di Indonesia sangatlah buruk dan membutuhkan reformasi yang capat dan tepat sehingga tidak merugikan masyarakat luas.
b)      Kurangnya penghayatan terhadap Pancasila dan kurangnya implementasi dalam kehidupan sehari-hari membuat buruk birokrasi di Indonesia. Sehingga Pancasila inilah sangat berpengaruh dalam reformasi tersebut
c)      Perlunya implementasi Pancasila dalam mereformasi birokrasi selain itu diperlukan langkah-langkah konkret demi mendukung terlaksanakanya reformasi tersebut
B.       Saran
1.      Diperlukan suatu kajian mengenai birokrasi di Indonesia lebih mendalam sebagai bahan perbandingan.
2.      Diperlukan suatu kajian menenai arti penting Pancasila sehingga dapat digunakan bahan penyelesaian masalah birokrasi.



DAFTAR PUSTAKA

Meliono, Irmayanti, et al. Logika, Filsafat, dan Pancasila. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2010.
Kaelan. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2004.

Mustopadidjaja AR. “Reformasi  Birokrasi, Perwujudan Good Governance,dan Pembangunan Masyarakat Madani.”  http://aparaturnegara.bappenas.go.id/

makalahsql/download.php?doc=ref_birokrasi&file=R  diunduh pada 2 Juni 2012 pukul 18.43

Sublihar, et al.(ed.). “Reformasi Birokrasi dan Korupsi di Indonesia.” http://usupress. usu.ac.id/files/Reformasi%20Birokrasi%20dan%20Korupsi%20di%20Indo R  diunduh pada 2 Juni 2012  Pukul 18.55).
Hardjapakemas, Erry Riana.” Reformasi Birokrasi Sebagai Syarat Penegakan dan Pemberantasan KKN.”  http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi
%20birokrasi%20-%20erry%20rian diunduh pada 3 Juni 2012 pukul 20.07


Pengaruh Fungsi Partai Politik Terhadap Partisipasi Masyarakat Mengikuti Pemilu


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini yang berjudul Pengaruh Fungsi Partai Politik Terhadap Partisipasi Masyarakat Mengikuti Pemilu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah.......
Penulis banyak mendapatkan dukungan, arahan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak dalam penyusunan makalah.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta,03 Juni 2012

Iman rivai

  

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

        Kekuasaan yang ada saat ini tidak terlepas dari perjalanan politik di masa lalu. Hadirnya penguasa ataupun para oposan tidak serta merta muncul tanpa proses politik. Mereka muncul setelah melalui proses panjang sejarah yang dilaluinya lewat political struggle (pertarungan politik), ideology diffuses (pembauran ideologi), international conspiracy (konspirasi internasional), serta aksi-aksi politik lainnya. Hingga akhirnya seperti layaknya hukum barbar, siapa yang kuat maka merekalah yang bertahan. Gambaran perpolitikan di Indonesia saat ini tidak lepas dari peran dan fungsi partai politik dan masyarakat sendiri sebagai pelaku politik.
        Partai politik dalam hubungannya dengan sistem sosial politik memainkan berbagai fungsi, salah satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan artikulasi kepentingan. Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai politik dalam hubungannya dalam kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum atau pemilu, apabila melihat keadaan sekarang dimana partai politik telah dipandang sebelah mata oleh masyarakat yang merasa bahwa partai politik tidak lagi membawa aspirasi masyarakat melainkan keberadaannya hanya dianggap sebagai kendaraan politik yang dipakai oknum-oknum tertentu. Terlebih jumlah partai selama ini sangat fluktuatif dan tidak jarang membingungkan masyarakat awam.
        Pada periode awal kemerdekaan, partai politik dibentuk dengan derajat kebebasan yang luas bagi setiap warga negara untuk membentuk dan mendirikan partai politik. Bahkan, banyak juga calon-calon independen yang tampil sendiri sebagai peserta pemilu 1955. Sistem multi partai terus dipraktikkan sampai awal periode Orde Baru sejak tahun 1966. Padal pemilu 1971, jumlah partai politik masih cukup banyak. Tetapi pada pemilu 1977, jumlah partai politik mulai dibatasi hanya tiga saja. Bahkan secara resmi yang disebut sebagai partai politik hanya dua saja, yaitu PPP dan PDI. Sedangkan Golkar tidak disebut sebagai partai politik, melainkan golongan karya saja.



                                Grafik 1. Jumlah Partai Peserta Pemilu Tahun 1955—2009

        Tidak jarang banyaknya partai politik yang membingungkan masyarakat dan adanya partai tidak lagi memiliki fungsi seperti yang mereka harapkan membuat masyarakat menjadi kurang motivasi untuk berperan sebagai pemilih dalam pemilu dan cenderung menjadi golput (golongan putih) yang menolak memilih.
        Dalam setiap Pemilu, masalah Gongan Putih (Golput) sering menjadi wacana yang hangat dan krusial. Meski tidak terlalu signifikan, tetapi ada kecenderungan atau trend peningkatan jumlah Golput dalam setiap pemilihan. Bahkan Golput adalah jumlah terbesar di hampir setiap pemilihan di gelar.
        Hasil survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) merata-ratakan total partisipasi politik rakyat dalam Pilkada sekitar 60 persen atau dengan kata lain rata-rata jumlah Golput mencapai 40 persen.
        Sejatinya Golput adalah fenomena yang alamiah. Fenomena ini ada di setiap pemilihan umum di manapun itu, tidak terkecuali di Amerika Serikat. Hanya saja, tentunya hal ini di batasi oleh jumlahnya. Di hampir setiap pemilihan, jumlah Golput akan di anggap sehat jika jumlah Golput dalam kitaran 30 persen, meski banyak pemilihan jumlah Golputnya melampaui titik itu, mencapai kitaran 40 persen.
        Bagi sebagian kalangan, jumlah ini dinilai normal dalam penerapan sistem demokrasi di sebuah Negara. Karena adalah mustahil untuk meningkatkan partisipasi politik rakyat dalam Pemilu mencapai 100 persen. Begitupun, besar kecilnya jumlah Golput akan sangat tergantung dan maksimal tidaknya upaya yang dilakukan.

       
1.2 Perumusan Masalah
        Dalam penyusunan makalah ini penulis mengajukan beberapa perumusan masalah, yaitu:
1.   Bagaimana partisipasi politik masyarakat saat ini?
2.   Bagimana fungsi partai politik dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mengikuti Pemilu khususnya sebagai pemilih?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.               Menyampaikan gambaran partisipasi masyarakat dalam Pemilu.
2.               Menyampaikan gagasan fungsi politik yang masih menjadi daya tarik bagi masyarakat.
3.               Memberikan saran agar masyarakat mau berpartisipasi dalam pemilu.

Karya tulis ini diharapkan bermanfaat:
1.        Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan mengenai pemilu dan partai politik;
2.        Bagi partai politik, sebagai referensi dan masukan mengenai bagaimana memaksimalkan fungsi-fungsi partai dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pemilu;
3.        Bagi masyarakat, sebagai wacana dan motivasi dalam mempersiapkan diri menjadi pemilih dalam Pemilu 2014;
4.            Bagi mahasiswa, sebagai referensi dalam proses pembelajaran.



1.4 Metodologi Penulisan
        Metode penulisan yang dilakukan penulis adalah: pertama, melakukan perumusan masalah dengan menemukan dan mengembangkan indikator masalah yang ada. Penemuan dan pengembangan masalah dilakukan dengan menelusuri objek yang menarik minat dan masih dapat dijangkau oleh kemampuan pengetahuan penulis.
        Kedua, mencari data dan informasi. Pencarian data dan informasi ini dilakukan dengan studi literatur dari artikel di internet, laporan, jurnal ilmiah, dan thesis. Informasi yang digunakan penulis diterbitkan oleh lembaga yang kredibel dan terpercaya.
        Ketiga, melakukan sitesa berupa naskah dari masalah dan informasi yang diperoleh. Keempat, melakukan pemeriksaan terhadap tulisan yang sudah dibuat. Kelima, membuat kesimpulan dan memberikan rekomendasi dari hasil analisa penulis.

  

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Politik
              Menurut Miriam Budiarjo politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternative dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu tentu diperlukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan atau alokasi dari sumber-sumber resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan dan kewenangan, yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat paksaan. Tanpa unsure paksaan kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat, bukan tujuan pribadi seorang. Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan individu.
              Menurut Inu Kencana Syafiie, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” atau dalam bahasa Inggris “politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana. Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup Negara, membicarakan politik galibnya adalah membicarakan Negara, karena teori politik menyelidiki Negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi Negara dalam keadaan bergerak. Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah pembentukan Negara, hakekat Negara, serta bentuk dan tujuan Negara, disamping menyelidiki hal-hal seperti kelompok penekan, kelompok kepentingan, elit politik, pendapat umum, peranan partai, dan pemilihan umum.
              Menurut Arifin Rahman kata politik berasal dari bahasa Yunani “polis” adalah kota yang berstatus Negara/Negara kota. Segala aktivitas yang dijalankan oleh polis untuk kelestarian dan perkembangannya disebut “politike techne”. Kemudian ia juga berpendapat politik ialah pengertian dan kemahiran untuk mencukupi dan menyelenggarakan keperluan maupun kepentingan bangsa dan Negara.

2.2 Partai Politik
              Sebelum menelusuri tentang partai politik, terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pengertian dasar yang terkait dengan konsep tersebut antara lain partai dan politik. Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik mengemukakan definisi politik sebagai berikut: “Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistim itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu” (Budiardjo, 2002). Berdasarkan definisi di tersebut, dapat dikemukakan politik merupakan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam suatu negara dalam mencapai dan melaksanakan tujuan yang telah dibuat. Kegiatan tersebut menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari suatu negara dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.
              Menurut Karl W. Deutsch definisi politik sebagai berikut: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum” (Deutsch dalam Budiardjo, 2002). Maksud dari definisi di atas politik merupakan pengambilan keputusan yang dilakukan suatu negara melalui sarana umum, sarana umum yaitu menyangkut tindakan umum atau nilai nilai. Menurut Miriam Budiardjo, definisi partai politik sebagai berikut:
“Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka” (Budiardjo dalam Sumarno, 2006).
              Berdasarkan definisi di atas partai politik pada umumnya terwujud berdasarkan persamaan kehendak atau cita-cita yang akan dicapai bersama. Kehadiran partai politik dalam kegiatan partisipasi politik memberi warna tersendiri, hal ini berdasar pada fungsi yang melekat pada partai politik tersebut.

2.2. Fungsi Partai Politik
              Partai politik merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan dan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan fungsi-fungsi tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut terdapat beberapa fungsi lain yang dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti, 2002 yaitu:
  1. Fungsi rekrutmen politik.
  2. Fungsi partisipasi politik.
  3. Fungsi pemadu kepentingan.
  4. Fungsi komunikasi politik.
  5. Fungsi pengendali konflik.
  6. Fungsi kontrol politik.
             
              Sementara itu menurut Budiardjo, 2002 fungsi partai politik mencakup
1.      sarana komunikasi politik
2.      sosialisasi politik (political socialization)
3.      sarana rekruitmen politik (political recruitment)
4.      pengatur konflik (conflict management).
              Partai politik memiliki sejumlah fungsi dalam mencari dan mempertahankan kekuasaan politik dalam suatu negara. Fungsi partai politik satu sama lainnya memiliki kaitan dalam kelangsungan hidup politik partai. Penjelasan hasil studi tentang fungsi partai politik selama ini masih belum final, walaupun beberapa ahli politik telah mengasumsikan fungsi partai politik ke dalam tujuh fungsi utama, selain daripada untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan politik secara konstitusional. Dalam fungsi partai menurut Surbakti, 2002 ini penulis mengambil fungsi ke-2 yaitu partisipasi politik dan dalam fungsi partai menurut Budihardjo penulis mengambil fungsi sosialisasi politik di mana hal tersebut berkaitan dengan judul yang diambil.

2.3 Partisipasi Politik
              Partisipasi politik merupakan faktor terpenting dalam suatu pengambilan keputusan, karena tanpa partisipasi politik keputusan yang dibuat oleh pemerintah tidak akan berjalan dengan baik. Sebelum menguraikan pengertian partisipasi politik, maka penulis menguraikan terlebih dahulu definisi partisipasi, bahwa:
            “Partisipasi merupakan salah salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi  yang mendasari demokrasi (dan partisipasi) orang yang paling tahu tentang  apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi  kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat berhak ikut serta  menentukan isi keputusan politik” (Surbakti, 1992).
          Bertolak dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi itu sikap individu atau kelompok atau organisasi warga masyarakat yang terlibat atau ikut serta dalam pencapaian tujuan dan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
              Partisipasi yang dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Pemerintahan” mengatakan bahwa:
            “Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama” (Syafiie, 2001).
              Berdasarkan definisi di atas, partisipasi merupakan keterlibatan individu dalam situasi dan kondisi organisasinya. Keterlibatan tersebut dapat mendorong individu untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasinya yaitu partai politik.
Sedangkan pengertian partisipasi politik didefinisikan sebagai berikut:
              “Kegiatan warganegara (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi          pengambilan      keputusan oleh pemerintah” (Huntington dan Joan Nelson, 1994).
              Maksud dari definisi di atas, kegiatan yang dilakukan oleh warganegara yang tidak terikat, tujuannya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Selanjutnya definisi partisipasi politik yang ada dalam buku berjudul “Pengantar Sosiologi Politik” sebagai berikut:
            “Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik” (Rush dan Althoff, 1997.
              Berdasarkan definisi di atas, partisipasi politik merupakan keterlibatan individu dalam suatu oerganisasi partai politik. Keterlibatan tersebut dibagi dalam macam-macam tingkatan.
              Partisipasi politik dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik” didefinisikan sebagai berikut:
            “Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiardjo, 1981).
              Berdasarkan pengertian di atas, kegiatan tersebut mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen

2.4 Dimensi Partisipasi Politik
              Adapun dimensi partisipasi yang dapat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum seperti yang dikemukakan oleh James Rosenau yang dikutif dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul Komunikasi Politik Khalayak dan Efek antara lain:
(1)   Gaya partisipasi
(2)   Motif partisipasi
(3)   Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
( Rakhmat: 2000)

2.4.1   Gaya partisipasi
              Gaya mengacu kepada baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia melakukan sesuatu kegiatan. Seperti gaya pembicaraan politik (antara singkat dan bertele-tele), gaya umum partisipasi pun bervariasi. Adapun yang termasuk dalam gaya partisipasi sebagai berikut:
                 a.   Langsung/wakilan,
                       Orang yang melibatkan diri sendiri (actual) dengan hubungan yang dilakukan terus-menerus dengan figur politik dengan cara menelepon, mengirim surat, dan mengunjungi kantor pemerintah. Yang lain bertindak terhadap politikus, tetapi tidak bersama mereka, misalnya mereka memberikan suara untuk memilih pejabat pemerintah yang belum pernah dilihat atau ditemuinya
                 b.   Kentara/tak kentara,
                       Seseorang mengutarakan opini politik, hal itu bisa meningkatkan kemungkinan diperolehnya keuntungan material (seperti jika mendukung seorang kandidat politik dengan imbalan diangkat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan).
                 c.   Individual/kolektif
                        Bahwa tekanan dalam sosialisasi masa kanak-kanak, terutama dalam kelas-kelas pertama sekolah dasar, adalah pada gaya partisipasi individual (memberikan suara, mengirim surat kepada pejabat, dsb). Bukan pada memasuki kelompok terorganisasi atau pada demontrasi untuk memberikan tekanan kolektif kepada pembuatan kebijakan.
                 d.   Sistematik/acak
                       Beberapa individu berpartisipasi dalam politik untuk mencapai tujuan tertentu, mereka bertindak bukan karena dorongan hati, melainkan berdasarkan perhitungan, pikiran, perasaan, dan usul mereka utnuk melakukan sesuatu bersifat konsisten, tidak berkontradisi, dan tindakan mereka kesinambungan dan teguh, bukan sewaktu-waktu atau dengan intensitas yang berubah-ubah.
                 e.   Terbuka/Tersembunyi
                       Orang yang mengungkapkan opini politik dengan terang-terangan dan tanpa ragu-ragu, dan yang menggunakan berbagai alat yang dapat diamati untuk melakukannya, bergaya partisipasi terbuka.
                 f.    Berkomitmen/ Tak berkomitmen
                             Warga negara berbeda-beda dalam intensitas partisipasi politiknya. Orang yang sangat mendukung tujuan, kandidat, kebijakan, atau program bertindak dengan semangat dan antusias; ciri yang tidak terdapat pada orang yang memandang pemilihan umum hanya sebagai memilih satu orang dengan orang lain yang tidak ada bedanya.      
                 g.   Derita/kesenangan
                       Seseorang bisa menaruh perhatian politik dan melibatkan deritanya karena kegiatan politik itu sendiri merupakan kegiatan yang menyenangkan. Yang lain ingin mencapai sesuatu yang lebih jauh dari politik melalui partisipasi.

2.4.2  Motif partisipasi
Berbagai faktor meningkatkan atau menekan partisipasi politik. Salah satu perangkat faktor itu menyangkut motif orang yang membuatnya ambil bagian. Motif-motif ini, seperti gaya partisipasi yang diberikannya berbeda-beda dalam beberapa hal sebagai berikut:
a. Sengaja/tak sengaja
Beberapa warga negara mencari informasi dan berhasrat menjadi berpengetahuan, mempengaruhi suara legislator, atau mengarahkan kebijaksanaan pejabat pemerintahan
b. Rasional/emosional
Orang yang berhasrat mencapai tujuan tertentu, yang dengan teliti mempertimbangkan alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, dan kemudian memilih yang paling menguntungkan di pandang dari segi pengorbanan dan hasilnya disebut bermotivasi rasional.
c. Kebutuhan psikologis/sosial
Bahwa kadang-kadang orang memproyeksikan kebutuhan psikologis mereka pada objek-objek politik misalnya, dalam mendukung pemimpin politik karena kebutuhan yang mendalam untuk tunduk kepada autoritas, atau ketika memproyeksikan ketidakcukupannya pada berbagai kelas “musuh” politik yang dipersepsi-minoritas, negara asing, atau politikus dari partai oposisi.
d. Diarahkan dari dalam/dari luar
Perbedaan partisipasi politik yang dengan motivasi batiniah dan motivasi sosial untuk berpartisipasi politik.
e. Berpikir/tanpa berpikir
Setiap orang berbeda dalam tingkat kesadarannya ketika menyusun tindakan politik. Perilaku yang dipikirkan meliputi interpretasi aktif dari tindakan seseorang dan perkiraaan konsekuensi tindakan itu terhadap dirinya dan orang lain.

2.4.3 Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik
  Partisipasi politik yang dipikirkan dan interpretatif dibandingkan dengan jenis yang kurang dipikirkan dan lebih tanpa disadari menimbulkan pertanyaan tentang apa konsekuensi partisipasi bagi peran seseorang dalam politik pada umumnya. Konsekuensi partisipasi seorang dalam politik tersebut memiliki beberapa hal antara lain:
a. Fungsional/disfungsional
Tidak setiap bentuk partisipasi mengajukan tujuan seseorang. Jika misalnya tujuan seorang warga negara adalah melaksanakan kewajiban  Kewarganegaraan yang dipersepsi, maka pemberian suara merupakan cara fungsional untuk melakukannya.
b. Sinambung/terputus
 Jika partisipasi politik seseorang membantu meneruskan situasi, program, pemerintah atau keadaan yang berlaku, maka konsekuensinya sinambung. Jika partisipasi itu mengganggu kesinambungan kekuatan yang ada, merusak rutin dan ritual, dan mengancam stabilitas, partisipasi itu terputus.
c. Mendukung/menuntut
Melalui beberapa tipe tindakan, orang menunjukan dukungan mereka terhadap rezim politik yang ada dengan memberikan suara, membayar pajak, mematuhi hukum, menyanyikan lagu kebangsaan, berikrar setia kepada bendera, dan sebagainya. Melalui tindakan yang lain mereka mengajukan tuntutan kepada pejabat pemeintahan-mengajukan tuntutan kepada pejabat pemerintahan.
mengajukan petisi kepada anggota kongres dengan surat, kunjungan, dan tetepon; lobbying atau menarik kembali dukungan financial dari kampaye kendidat.
              Berdasarkan dimensi partisipasi politik di atas, bahwa dalam partisipasi politik orang mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Cara-cara itu berbeda-beda dalam tiga hal atau dimensi yakni: gaya umum partisipasi, motif partisipasi yang mendasari kegiatan mereka, dan konsekuensi berpartisipasi pada peran seseorang dalam politik

2.5 Pemilu
Pengertian Pemilu diataranya dalam undang-undang nomor 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum dalam bagian menimbang butir a sampai c disebutkan: a. Bahwa berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik indonesia adalah negara yang berkedaulatanrakyat; b. Bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangkakeikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negar; c. Bahwa pemilihan umum umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan /Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penmyusunan tata kehidupan Negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1ayat 1 disebutkan bahwa: "pemilihan umum adalahsarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negarakesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasiladan undang-undang 1945. Selanjutnya untuk mendukung ayat-ayat tersebut, dalam ayat 3 ditegaskan asas untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yangmelandasi kewenangan dan tindakan pemerintah suatu negara,yaitu kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan-pemilihan sejati dan periodik yang bersifat umumdengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutansuara bebas.
Banyak pengertian mengenai Pemilu atau pemilihan umum tetapi intinya adalah pemilihan umummerupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tanganrakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungankekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat

  
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Memaksimalkan Fungsi Partai Politik
              Empat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana : 1. sarana komunikasi politik, 2. sosialisasi politik (political socialization), 3. sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan 4. pengatur konflik (conflict management). Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.
              Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.
              Misalnya, dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi, partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggung jawab eksklusif untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai tanggung jawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat lah besar.
              Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya.
Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political appointment).
              Untuk menghindarkan terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar perbedaan antara jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yang bersifat teknis-administratif dan profesional. Di lingkungan kementerian, hanya ada 1 jabatan saja yang bersifat politik, yaitu Menteri. Sedangkan para pembantu Menteri di lingkungan instansi yang dipimpinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.
              Jabatan dibedakan antara jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang menduduki jabatan negara disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya, supaya sederhana, yang menduduki jabatan pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam jabatan negeri atau jabatan pegawai negeri, khususnya pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua jenis jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
              Jenjang jabatan itu masing-masing telah ditentukan dengan sangat jelas hirarkinya dalam rangka penjenjangan karir. Misalnya, jenjang jabatan struktural tersusun dalam mulai dari eselon 5, 4, 3, 2, sampai ke eselon 1. Untuk jabatan fungsional, jenjang jabatannya ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan di masing-masing unit kerja. Misalnya, untuk dosen di perguruan tinggi yang paling tinggi adalah guru besar. Jenjang di bawahnya adalah guru besar madya, lektor kepala, lektor kepala madya, lektor, lektor madya, lektor muda, dan asisten ahli, asisten ahli madya, asisten. Di bidang-bidang lain, baik jenjang maupun nomenklatur yang dipakai berbeda-beda tergantung bidang pekerjaannya.
              Untuk pengisian jabatan atau rekruitmen pejabat negara/kenegaraan, baik langsung ataupun tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal ini lah, fungsi partai politik dalam rangka rekruitmen politik (political recruitment) dianggap penting. Sedangkan untuk pengisian jabatan negeri seperti tersebut di atas, partai sudah seharusnya dilarang untuk terlibat dan melibatkan diri.
              Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain.
              Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengeloa konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.

3.2 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu 2014
              Salah satu hal mendasar menyebabkan besarnya jumlah Golput adalah adanya motivasi yang beragam dari para peserta pemilu. Motivasi tersebut lebih cenderung pada kepentingan politik semata dengan mengabaikan hal-hal ini seprti pendidikan politik rakyat.
              Dalam kampanyenya para Caleg akan lebih cenderung mengajak rakyat untuk memilih dirinya atau tidak memilih. Ini yang saya maksud kampanye yang hanya di motivasi oleh kepentingan politik. Kondisi akan berbeda jika ada muatan untuk memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan yang memiliki tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis paling kurang dalam dua hal yaitu memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh komponen masyarakat, ke dua untuk memilih wakil rakyat yang akan di tugasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintah.
              Secara lebih tegas lagi mengenai pendidikan politik dapat dilihat dalam Pasal 31 UU Nomor 2 tahun 2008, yang menyatakan bahwa Partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan tujuannya antara lain: Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat, meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
              Atas dasar ini pendidikan rakyat adalah hal yang strategis untuk menimbulkan efek Pemilu yang lebih berkualitas. Melihat penyebab munculnya Golput di Indonesia karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman politik yang benar, makapendidikan politik ini juga berpotensi untuk meningkatkan tingkat partisipasi politik rakyat.
              Partai politik merupakan organisasi politik yang dibentuk dengan suatu tujuan dan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu guna pencapaian tujuannya. Menjalankan fungsi-fungsi tersebut merupakan ciri negara yang berdemokrasi. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program berdasarkan ideologi tertentu. Selain fungsi utama tersebut terdapat beberapa fungsi lain yang dilaksanakan parpol, seperti yang dikemukakan (Surbakti, 2002). Salah satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi sarana sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan artikulasi kepentingan. Fungsi partai politik yang perlu di maksimalkan adalah fungsi sosialisasi. Masyarakat tidak akan mengetahui bagaimana fungsi tersebut apabila tidak ada sosialisasi kepada mereka dan sarana sosialisasi yang utama dapat dilakukan melalui pendidikan politik.



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
              Masyarakat memerlukan pandangan mengenai manfaat dan fungsi partai untuk kehidupan berbangsa. Pandangan mengenai fungsi partai dapat disampaikan oleh partai sendiri dengan sarana pendidikan politik ke basis masyarakat. Sasaran pendidikan pemilihan adalah tumbuhnya partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam pemilihan umum. Dengan adanya kesadaran berpolitik dari pemilihan dapat menstimulus pemilih dan lingkungannya untuk secara aktif mendaftarkan diri sebagai pemilih. Bahwa pendidikan pemilih tidak semata-mata menjadi tanggung jawab penyelenggara, tapi pemerintah dan partai politik juga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melakukan pendidikan pemilih ini.
              Pendidikan pemilih pada 2014 harus di kemas sedemikian rupa, lebih komplit karena perubahan undang-undang politik yang akan menjadi dasar penyelenggaraan pemilu 2014 diperkirakan menimbulkan kesulitan baru bagi pemilih, terutama cara pemberian suara. Akhirnya, peluang untuk meminimalisir atau meletakkan jumlah Golput pada posisi normal dan ideal masih terbuka luas, dengan melakukan pendidikan politik ke basis rakyat.

4.2 Saran
              Saran yang dapat disampaikan oleh penulis:
·         Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu dengan sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan sosialisasi politik secara maksimal kepada masyarakat.
·         Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat.
·         Bagi masyarakat, hendaknya mau dan mampu berpikir terbuka mengenai manfaat dan fungsi partai bagi kemajuan perpolitikan bangsa.
·         Bagi mahasiswa, hendaknya selalu memperbaharui informasi terkait dengan perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat membantu penyelesaian masalah  yang ada melalui keilmuan yang dimiliki.


  
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam, Prof. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rahman Arifin. 2002. Sistem Politik Indonesia, Dalam Perspektif Struktural Fungsional.             Surabaya: SIC.
Soemarno. 2002. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung:Mandar Maju.
Surbakti Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Syafiie, Inu Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.
Syafiie, Inu Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Huntington, Samuel P, Joan Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang.   Jakarta:Rineka Cipta.
Budiardjo, Miriam. 1981. Partisiipasi dan Partai Politik (Sebuah Bunga Rampai).         Jakarta:PT.Gramedia.
Rahmat, Jalaludin. 2000. Komunikasi Politik. Bandung:Rosda.
Ramli, MM, 2009. “Meningkatkan Partisipasi Politik Rakyat Dalam Pemilu”. http://beritasore.com/2009/01/27/meningkatkan-partisipasi-politik-rakyat-dalam-pemilu/ diakses pada tanggal 6 Mei 2012, pkl 10.56 WIB
______, “Sasaran Kelas Pemilu Capai 4.000 Orang” http://kpu.bantulkab.go.id/index.php?pages=beritalkp&news_id=83 diakses pada tanggal 6 Mei 2012, pkl 11.20 WIB
Yves Meny and Andrew Knapp, 1998. Government and Politics in Western Europe: Britain, France, Italy, Germany, third edition, Oxford University Press.